Behaviorisme dalam salah satu pengertiannya adalah suatu
teori psikologi, namun dalam pengertian lain ia telah ”membongkar” batas-batas
perhatian psikologi tradisional dan mengembangkan suatu teori kependidikan yang
mengoptimalkan metodologi ilmiah dan ”objetivitas”. Behaviorisme amat lekat
dengan anggapan-anggapan pokok sains kealaman. Aliran yang berkembang pada abad
XX ini mendapat dukungan kuat dari kalangan komunitas bisnis yang mementingkan
hasil-hasil langsung dan kelihatan, efisien serta keekonomisan.
Teori ini juga menjelaskan bahwa belajar itu adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi,
sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori
Behaviorisme itu:
- Mementingkan faktor lingkungan
- Menekankan pada faktor bagian
- Menekankan pada
tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
- Sifatnya mekanis
- Mementingkan masa lalu
Selain
itu, dalam teori ini juga terdapat prinsip-prinsip yaitu:
1. Manusia adalah binatang yang berkembang tinggi
dan ia belajar sebagaimana binatang lainnya belajar.
2. Pendidikan adalah sebuah sebuah proses rekayasa
tingkah laku.
3. Peran guru adalah menciptakan lingkungan
belajar yang efektif.
4. Efisiensi, ekonomi, ketepatan, dan objektivitas
merupakan pertimbangan-pertimbangan nilai inti dalam pendidikan.
Beberapa
tokoh dalam teori behaviorisme, antara lain:
B.
Edward
Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme
Thorndike
berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika.
Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan
meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain
Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal
Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human
Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau
berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan
karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam
sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta
melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning”atau“selecting and connecting learning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang
memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia
dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.
Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam
sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop
yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut
menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”,
yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.
Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan
stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response
lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:
S R S1 R1 dst
Dalam
percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing
berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan
tidak tersengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar
tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk
beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru
dapat dengan sengaja enyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :
- Hukum Kesiapan(law of readiness),
yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah
laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip
pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit,
maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa
puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskanPrinsip pertama
teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection)
antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak
merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan
cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan
belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah
pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan
orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan
tindakan lain.
Masalah
kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak melakukannya, maka
timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk
mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
Masalah
ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia
melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan
tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.
- Hukum Latihan (law of exercise),
yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka
asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law
of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang)
dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan
melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip
menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
- Hukum akibat(law of effect), yaitu
hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan
dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum
ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil
perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung
dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan
yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka
manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar
binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan
antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang
diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).Selanjutnya Thorndike
menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a.
Hukum
Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum
ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.
Hukum
Sikap (Set/Attitude).
Hukum
ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada
dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c.
Hukum
Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element).
Hukum
ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada
stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon
selektif).
d.
Hukum
Respon by Analogy.
Hukum
ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum
pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang
belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin
mudah.
e.
Hukum
perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Hukum
ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang
belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi
sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain
menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike
mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
- Hukum latihan ditinggalkan karena
ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus
respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum
tentu diperlemah.
- Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh
Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah
hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
- Syarat utama
terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling
sesuai antara stimulus dan respon.
- Akibat suatu
perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of
training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan
pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
C.
Ivan
Petrovich Pavlov (1849-1936).
Ivan
Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat
ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah
gereja dan melanjutkan ke Seminar Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan
kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur
departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai
penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel
pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian
sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah
Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic Conditioning (
pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobaanny terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi
yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia
bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan
arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov
mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya,
secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi
leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar.
Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing
tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah
sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan
keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka
pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan
maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan
adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan
menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut.
Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari
manusia.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau
pembiasaan dpat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat
digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika
lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan.
Apakah
situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehar-jhari
ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin
suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu
tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.
Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual
berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas
untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses
menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak,
es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat
atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan
menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara
mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia
dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
D.
Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990).
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern,
Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku.
Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of
Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant
conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang
dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul
Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi
Psikologi di Amerika (Sahakian,1970)
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh
behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana
seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement
yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya
jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar
dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk
memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi
penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada
perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu
proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai
dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen
sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner
memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”,
yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi
makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga
dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari
makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak
sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan
secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses
ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung
merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus
respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk
penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk
penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner
antara lain :
1.
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
2.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3.
Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk
itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
5.
dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas
sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein
forcer.
7.
Dalam
pembelajaran digunakan shaping.
E.
Robert
Gagne ( 1916-2002).
Gagne
adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang terkenal dengan
penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang
dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan
konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis
komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk
mendesain software
instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong
guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya
belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi
pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual.
Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari
hal yang paling sederhana dilanjutkanpada yanglebih kompleks (belajar SR,
rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada
tipe belajar yang lebih tinggi(belajar aturan danpemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap
mengacu pada asosiasi stimulus respon.
F.
Albert
Bandura (1925-masih hidup).
Bandura
lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare
alberta berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan
teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya
yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru
secara persis perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang
berproses dalam belajar observasi adalah:
1.
Perhatian, mencakup peristiwa
peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.
3.
Reproduksi motorik, mencakup kemampuan
fisik, kemampuan meniru, keakuratan umpan balik.
4. Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan
terhadap diri sendiri.
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa faktor
model atau teladan mempunyai prinsip prinsip sebgai berikut:
- Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan
sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
- Individu
lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya.
- Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut
disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori
Bandura dilihat dalam kerangka Teori Behaviour Kognitif.
Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana
memodifikasi perilaku.
Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang
digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
psikologi : Membahas jiwa tanpa jiwa (???)
‘Trial and error’ itu diadakan untuk mencari
solusi/pemecahan/penyelesaian dari problematika yang ada dengan sekian banyak
percobaan dan kegagalan sehingga menghasilkan produk yang memuaskan dari
sebelumnya.
Aplikasi Teori
Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa
Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menerapkan teori behaviorisme adalah ciri-ciri kuat yang
mendasarinya yaitu:
a.
Mementingkan
pengaruh lingkungan
b.
Mementingkan
bagian-bagian
c.
Mementingkan
peranan reaksi
d.
Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.
Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya
f.
Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan
g.
Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara
utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan
pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang
kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera
diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori
behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku
yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai
mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku
yang tampak.
Kritik terhadap behaviorisme ini adalah pembelajaran
siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada
hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena
penggunaan teori behaviorisme yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan
ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini,
sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat
penting untuk menerapkan kondisi behaviorisme.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan
kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti:kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi
dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviorisme yang salah dalam suatu
situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral,
bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu
motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behaviorisme justru dianggap metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar