Jumat, 01 Juli 2011

OPERANT CONDITIONING (KONDISIONING OPERAN)

Teori ini pada awalnya bermula dari percobaan Thorndike yang kemudian dikembangkan oleh Skinner. Skinner meyakini bahwa memang kita memiliki sesuatu seperti halnya jiwa atau fikiran, tetapi akan lebih produktif mempelajari perilaku yang dapat diamati daripada mengkaji peristiwa-peristiwa mental internal. Skinner membedakan dua perilaku, yaitu:

a. Respondent Behavior : perilaku karena gerak refleks dan tidak dipelajari

b. Operan Behavior : perilaku karena hasil belajar

Prinsip kondisioning operan memprediksikan jika suatu efek secara konsisten mengikuti suatu perilaku atau tindakan, maka kita akan belajar bahwa perilaku kitalah yang menimbulkan efek tersebut, terlepas apakah itu benar – benar penyebabnya atau bukan. Perilaku yang menimbulkan konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung diulang (frekuensinya meningkat), sebaliknya jika konsekuensi yang ditimbulkan tidak menyenangkan maka perilaku akan cendeerung dihindari (frekuensi menurun).

- Frekuensi yang dapat meningkatkan probabilitas frekuensi terjadinya perilaku disebut reinforcement (penguatan/pengukuhan)

- Konsekuensi yang dapat menurunkan terjadinya perilaku disebut punishment.

Di sebagian besar kasus pengondisian operan, perilaku yang diinginkan terlalu kompleks untuk bisa dipancarkan tanpa dibentuk lebih dulu oleh lingkungan. Pembentukan (shaping) adalah prosedur yang di dalamnya peneliti atau lingkungan menilai perilaku secara umum, kemudian menilainya lebih dekat lagi, baru akhirnya dapat menggarap perilaku yang diinginkan. Melalui proses penguatan terhadap pendekatan bertahap (successive approximation) seperti ini, peneliti atau lingkungan secara bertahap membentuk kompleks perangkat perilaku final (Skinner, 1953).

Dalam penelitiannya Skinner menggunakan seekor tikus yang dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang disebut Skinner’s box. Tikus percobaan tidak diberi makan selama jangka waktu tertentu agar perilaku tikus didorong oleh keinginan untuk makan. Di dalam kotak Skinner tersebut hany terdapat sebuah lampu kecil yang bisa menyala bila dikehendaki oleh eksperimenter dan sebuah tombol pengungkit yang bila ditekan maka tempat makanan di bawahnya akan terbuka.

Tikus dimasukkan ke dalam kotak untuk waktu tertentu. Jumlah dan selang waktu tikus menekan tombol pengungkit pada waktu pertama kali dimasukkan ke dalam kotak akan menentukan preconditioned operant level dari perilakunya. Sertelah operan level ini diketahui, maka eksperimenter menaruh tempat makanan di bawah tombol pengungkit. Dengan demikian setiap kali tikus menekan tombol pengungkit, makanan akan keluar, jumlah perilaku menekan ini akan meningkat secara dramatis. Bilka tempat makanan diambil, maka perilaku menekan tombol akan menghilang.

Eksperimenter dapat memvariasi kondisi eksperimen. Misalnya makanan ada jika lampu sedang menyala. Dalam eksperimen – eksperimen Skinner penguat tidak selalu diberikan setiap kali benatang percobaan melakukan percobaan yang dikehendaki. Pengaturan waktu atau frekuensi pemeberian penguatan ini disebut reinforcement schedule (jadwal penguatan).

Prinsip-prinsip Belajar Menurut Skinner

Hasil eksperimen yang dilakukan Skinner menghasilkan beberapa prinsip-prinsip belajar yang menghasilkan perubahan prilaku yaitu:

1. Reinforcement

Reinforcement merupakan sebuah konsekuen yang menguatkan tingkah laku (frekuensi tingkah laku). Seperti dalam contoh, permen pada umumnya dapat menjadi reinforcer bagi prilaku anak kecil, tetapi ketika beranjak dewasa permen bukan lagi suatu yang menyenangkan, bahkan ada anak kecil yang tidak menyukai permen. Dengan demikian agar reinforcement yang diberikan kepada seorang sesuai dengan tujuan maka perlu diperhatikan jenis-jenis reinforcement yang disukai.

Secara umum reinforcement dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Dari segi jenisnya, Reinforcemen dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1) Reinforcemen primer yaitu reinforcemen yang berupa kebutuhan dasar manusia seperti; makanan, air, keamanan, dan kehangatan.

2) Reinforcemen sekunder yaitu reinforcemen yang diasosiasikan dengan reinforcemen primer, seperti; uang mungkin tidak mempunyai nilai bagi anak kecil sampai ia belajar bahwa uang itu dapat digunakan untuk membeli kue kesikaannya.

b. Dari segi bentuknya, dalam hal ini reinforcemen dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Reiforcemen positif adalah konsekuen yang diberikan untuk menguatkan atau meningkatkan prilaku seperti hadiah, pujian, dan kelulusan.

2) Reinforcemen negative adalah menarik diri dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menguatkan tingkah laku misalnya, guru yang membebaskan muridnya dari tugas membersihkan kamar mandi jika muridnya dapat menyelesaikan tugas rumahnya.

Jadwal pemberian reinforcement :

1. Continuous reinforcement : setiap perilaku/respon yang tepat diberi penguat.

2. Partial reinforcement : tidak semua perilaku yang tepat diberi reinforcement, kadang diberi kadang tidak.

Ada dua kategori penjadwalan penguatan, yaitu:

1. Ratio : berdasar jumlah respon

a. Fix rasio schedule : reinforcement diberikan pada setiap jumlah tertentu respon jyang diharapkan secara tetap, misal setiap 3 x respon tepat

b. Variable ratio schedule : reinforcement diberikan pada sejumlah respon secara bervariasi

2. Intervar : berdasar tentang waktu

a. Fixed interval schedule : reinforcement diberikan pada setiap interval waktu yang tetap, misal setiap 10 menit

b. Variable interval schedule : reinforcement diberikan pada setiap interval waktu yang bervariasi.

2. Punishment

Punishment adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.

Menurut Kazdin ada dua aspek dalam punishment yaitu:

a. Sesuatu yang tidak menyenangkan (aversive) muncul setelah sebuah respon (aversive stimulus). Misalnya, seorang guru yang menjemur siswa yang selalu ramai di dalam kelas.

b. Sesuatu yang positif (menyenangkan) setelah respon tidak muncul. Misal, seorang remaja yang selalu mengganggu temannya mungkin akan kehilangan kesempatan untuk menggunakan mobil pada akhir pejkan.

Dari segi bentuknya, punishment terdiri dari time out dan respons cost.

a. Time out adalah sebuah bentuk hukuman di mana seseorang akan kehilangan sesuatu yang disukai atau disenangi pada waktu tertentu.

b. Respons cost adalah sebuah bentuk hukuman di mana seseorang akan kehilangan reinforcemen positif jika melakukan prilaku yang tidak diinginkan. Misal, seorang siswa tidak diberi kesempatan mengakses internet di ruang komputer sekolah jika ia tidak menjawab tugas yang diberikan.

3. Shaping

Shaping adalah menggunakan langkah-langkah kecil yang disertai dengan feedback untuk membantu siswa mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Pembentukan dapat diilustrasikan dengan contoh melatih anak laki – laki mengenakan pakaiannya sendiri. Perilaku final yang diinginkan adalah dia sanggup mengenakan seluruh pakaiannya dengan lengkap. Jika orang tua menghentikan penguatan ketika target perilaku ini pertama kali muncul, si anak tidak akan bisa menyelesaikan latihannya hingga tuntas. Untuk melatih anak kecil, orang tua harus membagi – bagi perilaku kompleks berpakaian menjadi beberapa langkah sederhana. Pertama, orang tua memberi anak sebuah hadiah, katakanlah permen, jika si anak sanggup menekuk siku kiri dengan benar ke arah lengan baju kiri. Sekali perilaku ini sudah cukup mendapat penguatan beberapa kali, orang tua bisa menahan secara bertahap untuk tidak memberi hadiah sampai anak dapat memasukkan dengan benar tangan kiri itu ke lengan bajunya tanpa mengharapkan hadiah. Kemudian orang tua dapat memberi hadiah sesekali hanya jika dia memasukkan seluruh tangan kirinya ke lengan baju sebelah kiri dengan benar dan cepat. Dengan cara yang sama, orang tua dapat menuntun anak memasukkan lengan kanan ke lengan baju sebelah kanan, kemudian mengancing baju, mengenakan celana, kaos kaki, dan akhirnya sepatu. Setelh anak dapat belajra mengenakan baju dengan lengkap, penguatan tidak mesti diberikan setiap kali dia berhasil melakukannya. Di titik ini , kemampuan mengenakan sendiri seluruh pakaian telah menjadi hadiah tersendiri. Yang jelas, anak baru dapat mencapai perilaku final yang ditargetkan setelah orang tua memecah – mecahkan perilaku kompleks menjadi bagian – bagian kecil dan kemudian memeperkuat pendekatan bertahap secara responnya.


DAFTAR PUSTAKA

-Feist, Jess. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

-Irwanto. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Prenhallindo

-Old, Sally Wendkonds dkk. 2008. Human development. Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP

-Susilaningsih dkk. 2006. Psikologi Umum. Yogyakarta: POKJA AKADEMIK UIN SUNAN KALIJAGA