Latar Belakang
Bahasa
merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,
sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah
menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam
segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang
tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya
apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang
kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk
menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah
alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil
kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Sebagai alat interaksi verbal,
bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian
dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonologi, morfologi, sintaksis, sampai stuktur wacana.
Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor atau hal yang ada diluar
bahasa seperti sosial, psikologi, etnis, seni, dan sebagainya.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam
kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua
disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk mengatasi
berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks.
Pembelajaran
bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaan dengan
masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan
kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga
berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga
dalam proses atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya
dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik perlu dilengkapi dengan
studi antardisiplin antara linguistik dan
psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik.
Dalam
makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik, obyek
dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblang akan
diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran (otak)
manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan
kegagalan pendidikan dan pengajaran, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
psikolinguistik.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Psikolinguistik sebagai
Interdisipliner
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi
dan kata linguistik yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-
masing berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun
keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai obyek formalnya. Hanya obyek
materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi
mengkaji prilaku berbahasa atau proses berbahasa. Hal inilah yang
sering kali disebut interdisipliner dimana terdapat dua kajian keilmuan dalam
suatu penelitian.
Robert Lado seorang ahli dalam bidang pembelajaran bahasa mengatakan
bahwa psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan
linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian,
perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu
mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara
terpisah atau sendiri-sendiri.
Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik
adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau
pemakai suatu bahasa membentuk atau membangun atau mengerti kalimat bahasa
tertentu tersebut.
Paul Fraisse menyatakan bahwa :” Psycholinguistics is the study of
relations between our needs for expression and communication and the means
offered to us by a language learned in one’s childrood and later”.
Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan – kebutuhan
kita untuk berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa yang kita
pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Psikolinguistik mencoba menguraikan
proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang jmengucapkan kalimat-
kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan
berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis, tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan
kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakekat struktur bahasa dan
bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat penuturan itu.
Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan
perhatian pada modifikasi pesan selama berlangsungnya komunikasi dalam hubungan
dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran dalam situasi tertentu.
Berdasarkan batasan- batasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan sebagai
berikut :
a. Psikolinguistik
membahas hubungan bahasa dengan otak.
b. Psikolinguistik
berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan kode.
c. Psikolinguistik
sebagai pendekatan
d. Psikolinguistik
menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa.
e. Psikolinguistik
membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya
dengan bahasa.
2.
Obyek Dan Ruang lingkup
Psikolinguistik
Telah dijelaskan diatas bahwa psikolinguistik sebenarnya
gabungan dua disiplin ilmu yakni gabungan linguistik dengan psikologi. Obyek
linguistik adalah bahasa dan obyek psikologi adalah gejala jiwa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa obyek psikolinguistik
adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang
tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari
aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah akan lain perwujudan bahasanya
yang digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik
adalah bahasa, dan bukan gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan-batasan
psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak, baik
proses yang terjadi di otak pembicara maupun proses yang
terjadi diotak pendengar.
Dengan mencoba menganalisis obyek linguistik dan obyek
psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan
bahwa ruang lingkup psikolinguistik mencoba
memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan
oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi lingkupan
psikolinguistik adalah :
a. Proses
bahasa dalam komunikasi dan pikiran.
b. Akuisisi
bahasa.
c. Pola
tingkah laku berbahasa.
d. Asosiasi
verbal dan persoalan makna.
e. Proses
bahasa pada orang yang abnormal, misalnya anak tuli.
f. Persepsi
ujaran dan kognisi.
3.
Subdisiplin Psikolinguistik
Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas
dan kompleks dan berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisiplin
psikolinguistik. Diantara subdisiplin psikolinguistik adalah sebagai berikut :
a. Psikolinguistik
Teoritis
Subdisiplin
ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses mental manusia dalam berbahasa.
Misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan
sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b. Psikolinguistik
Perkembangan
Subdisiplin
ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama
maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan
simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan
terpadu.
c. Psikolinguistik
Sosial
Subdisiplin
ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi suatu manyarakat
bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu
ikatan bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik
Pendidikan
Subdisiplin
ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di
sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam
kemahiran berbahasa, dan pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa
dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik
Neurologi (neuropsikolinguistik)
Subdisiplin
ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar
neurologi telah berhasil menganalisis
struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak itu.
Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi
dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk
dalam otak itu.
f. Psikolinguistik
Eksperimen
Subdisiplin
ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa
pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g. Psikolinguistik
Terapan
Subdisiplin ini berkaitan dengan
penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam bidang
tertentu yang memerlukannya. Yang termasuk subdisiplin ini ialah psikologi,
linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca
neurologi, psikistri, komunikasi dan sastra.
4.
Induk Disiplin Psikolinguistik
Karena nama psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi
dan linguistik, maka timbul pertanyaan : apa induk disiplin
psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi. Beberapa pakar berpendapat,
psikolinguistik berinduk pada psikologi karena istilah itu merupakan nama
baru dari psikologi bahasa yang telah dikenal pada beberapa waktu sebelumnya.
Namun di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik
dianggap sebagai cabang dari linguistik, meskipun Noam Chomsky, tokoh
linguistik transformasi yang terkenal itu, cenderung menempatkan
psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada tahun enam puluhan,
psikolinguistik dikembangkan oleh pakar psikologi. Sedangkan di Inggris
psikolinguistik dikembangkan oleh pakar linguistik yang bekerjasama dengan
beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di Rusia, psikolinguistik telah dikembangkan
oleh para pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow. Sebaliknya di
Rumania ada kecenderungannya menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin
mandiri, tetapi penerapannya lebih banyak diambil oleh linguistik.
Bagaimana di Indonesia? Tampaknya psikolinguistik
dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas pendidikan bahasa dan belum pada
program nono kependidikan bahasa. Psikolinguistik yang dikembangkan dalam
pendidikan bahasa sudah seharusnya diserasikan dengan perkembangan linguistik
dan perkembangan psikologi. Untuk itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang
akan teori psikologi. Lalu yang patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa
adalah subdisiplin psikolinguistik perkembangan dan psikolinguistik pendidikan.
5.
Pokok Bahasan Psikolinguistik
Didalam Kurikulum Pendidikan Bahasa pada Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan mata kuliah psikolinguistik dimasukkan dalam kelompok mata kuliah proses
belajar-mengajar, dan bukan pada kelompok mata kuliah linguistik atau
kebahasaan. Hal ini karena pokok bahasan dalam psikolinguistik itu erat
kaitannya denga kegiatan proses belajar mengajar bahasa itu yang mencakup
antara lain masalah berikut antara lain :
a. Apakah
sebenarnya bahasa itu? Apakah yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia mampu
berbahasa? Bahasa itu terdiri dari komponen apa saja?
b. Bagaimana
bahasa itu lahir dan mengapa ia harus lahir? Dimanakah bahasa itu berada atau
disimpan ?
c. Bagaimana
bahasa pertama (bahasa ibu) diperoleh oleh seorang kanak-kanak? Bagaimana
perkembangan penuasaan bahasa itu ? bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari?
Bagaimana seseorang bisa menguasai dua tau tiga atau banyak bahasa.
d. Bagaimana
proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat?. Proses apakah yang terjadi
didalam otak waktu berbahasa.
e. Bagaimanakah
bahasa itu tumbuh dan mati ? Bagaimana proses terjadinya sebuah dialek? Bagaimana
proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?
f. Bagaimana
hubungan bahasa denngan pemikiran ? Bagaimana pengaruh kedwibahasaan atau
kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?
g. Mengapa
seseorang menderita penyakit atau mendapat gangguan berbicara sepert afasia dan
bagaimana menyembuhkannya ?
h. Bagaimana
bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik ?
6.
Bahasa Dan Pikiran
Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa digunakan untuk
mengungkapkan pikiran. Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu kemudian ingin
menyampaikan hasil pemikiran itu, ia mengunakan alat dalam hal ini bahasa. Langacker
mengatakan “ berfikir adalah aktifitas mental manusia”. Aktivitas mental ini
akan berlangsung apabila ada stimulus artinya ada sesuatu yang menyebabkan
manusia untuk berfikir. Dalam kaitan ini Langacker mengatakan bahwa
pikiran dikondisi oleh kategorik linguistik dan pengalaman yang dikodekan dalam
wujud konsep kata yang telah tersedia.
Seorang sarjana terkenal yang melihat hubungan bahasa dengan
pikiran yakni Benjamin Whorf yang bersama-sama dengan Edward Sapir
mengemukakan hipotesis yang terkenal dengan nama Hipotesis Whorf-Sapir (Sapir
Whorf Hypouthesis) menyatakan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat
ditentukan oleh struktur bahasanya. Adapun tesis Whorf mengenai hubungan
antara bahasa dan pikiran mencakup dua hal yakni :
a. Masyarakat
linguistik yang berbeda, merasakan dan memahami kenyataan dengancara-cara yang
berbeda.
b. Bahasa
yang dipakai dalam suatu masyarakat membantu untuk membentuk struktur kognitif
para individu pemakai bahasa tersebut.
Bahasa dapat memperluas pikiran. Dalam hal seperti ini
seseorang harus banyak bergaul dan banyak membaca yang menyebabkan pandangan
dan pikirannya bertambah luas. Pergaulan kita dengan para ilmuwan, kegiatan
seseorang banyak membaca pasti akan memperluaskan wawasan dan pikiran tentang
banyak hal. Ketika seseorang mendengar pidato atau ceramah tentu banyak istilah
atau konsep yang ia dengar. Konsep dan istilah-istilah itu menambah
pembendaharaan bahasanya sekaligus memperluas pikirannya. Demikian pula dengan
kegiatan membaca, apa yang belum diketahui akan diketahui, bahkan apa yang
telah diketahui akan lebih mendalam dan meluas, dengan kata lain pikiran
bertambah luas karena aktivitas yang berhubungan dengan bahasa, dengan menguasai
banyak bahasa pikiran bertambah luas.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Jean
piaget sarjana Prancis berpendapat bahwa justru pikiranlah yang membentuk
bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan
aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya. Menurut teori
pertumbuhan kognisi, seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia
melalui tindakan-tindakan dari perilakunya kemudian baru melalui bahasa. Piaget
yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak
dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan
sebelum mereka dapat menggolong-golongkan benda tersebut dengan mengunakan
kata-kata yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi
telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Biasanya kajian tentang hubungan bahasa dan pikiran
dikaitkan dengan tiga nama besar seperti Boas yang dikenal sebagai Bapak
anthropology Amerika , Sapir dan Whorf yang terkenal dengan teorinya
bahwa cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh struktur bahasa ibunya (native
language). Teori ini kemudian dikenal sebagai Sapir Whorf Hipothesis (Hipotesis
Sapir Whorf). Ada juga yang menyebutkan sebagai Teori Relativitas
Bahasa. Menurut Boas, Sapir dan Whorf manusia merupakan korban
struktur bahasa ibunya (prisoners of the structure native language).
Sebagai sebuah teori wajar hipotesis Sapir dan Whorf
juga mendapatkan sanggahan dari ahli
yang lain antara lain :
a. Jika
pikiran manusia itu ditentukan oleh bahasa ibunya, bagaimana mungkin orang dari
latar belakang yang berbeda-beda, tentu dengan struktur bahasa yang berbeda
pula, bisa berkomunikasi.
b. manusia
didunia ini umumnya bilingual bahkan ada yang multilingual sejak kecil. Apakah
kita bisa mengatakan mereka ini memiliki perangkat pikiran (thoughat
compartment ) yang berbeda karena struktur bahasanya masing-masing? Tentu
saja tidak.
c. Fakta
bahwa kategori tertentu tidak ada dalam bahasa itu tidak berarti bahwa penutur
asli bahasa itu tidak dapat memahami kategori tersebut. Misalnya system
gramatikal yang menandai sumber informasi pada bahasa suku Hopi dapat
dijelaskan dalam bahasa Inggris kendati tidak ada dalam sestem gramatikal
bahasa Inggris. Akhirnya system gramatikal semua bahasa didunia memilki pola
yang secara universal sama, walaupun sekilas tampak beda. Disini kelemahan
hipotesis Sapir dan Whorf tampak.
Namun demikian, banyak ahli sekarang yang menggunakan
hipotesis Sapir dan Whorf ini untuk keperluan studi mereka. Terkait dengan hipotesis
ini, banyak ahli bahasa yang berpendapat bahwa bahasa dapat mempengaruhi
pikiran manusia dan sebaliknya pikiran manusia juga bisa mempengaruhi struktur
bahasa. Dengan demikian, pikiran dan bahasa berada dalam hubungan timbal balik
yang saling mempengaruhi, tetapi bukan pada hubungan sebab akibat. Uraian
berikut barangkali bisa mempertegas kembali hubungan antara bahasa dengan
pikiran.
Di semua budaya terdapat hubungan antara pikiran dan budaya.
Ketika anak mulai belajar bahasa orang tuanya, mereka juga mulai belajar
menyesuaikan diri dengan budaya orang tuanya. Ini yang disebut dengan Proses
Inkulturasi. Pada saat ini anak mulai belajar dialek orang tua dan teman
bermainnya. Bagi peminat bahasa memahami hubungan antara bahasa dan budaya dan
melihat bagaimana keduanya berintekrasi tentu sangat penting. Terkait dengan
dialek, para ahli sampai kepada kesepakatan bahwa tidak ada pertanyaan yang
begitu menarik pada study linguistik selain sejauh mana bahasa atau dialek
mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir. Dalam dunia pendidikan, orang
berasumsi bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang. Bahasa dianggap sebagai
factor diterminan yang menentukan lancar tidaknya nalar atau pikiran seseorang.
Sedangkan yang lain berasumsi bahwa bahasa hanya mempengaruhi atau tidak
menentukan pikiran seseorang.
Menurut Vygotsky, ketika anak mulai belajar bahasa
pada saat itu pula dia mulai mengembangkan kemampuan mengunggapkan sesuatu yang
menghubungkannya dengan proses berfikir yang disebut dengan Inner Speech
atau Egocentric Speech. Kita bisa memperhatikan seorang anak sendiri
sambil menata permainan disekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa pikiran
mempengaruhi bahasa anak tersebut. Kemampuan inipun sebenarnya juga dimiliki
orang dewasa misalnya ketika sedang menyelesaikan persoalan matematika, dia
sambil berfikir, bicara sendiri seolah ada orang disekelilingnya. Disini
jelaslah bahwa pikiran yang sedang berlangsung karena mengerjakan soal
matematika tersebut berpengaruh pada bentuk ujaran yang diunggapkan.
Dari kedua pendapat ini, jika dikolaborasi maka akan
menghasilkan suatu pendapat bahwa hubungan antara bahasa dan pikiran
adalah hubungan timbal-balik, dimana tidak hanya bahasa yang membentuk atau
menentukan pikiran, namun pikiran juga membentuk bahasa. Seseorang memerlukan
bahasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang ada diotaknya, begitu juga
sebaliknya dalam berbahasa diperlukan pikiran sehingga proses berbahasa itu
dapat berlangsung dengan baik.
Dengan demikian hubungan anrata bahasa dan pola pikiran
semakin menarik banyak peminat dari berbagai disiplin ilmu. Jauh sebelumnya
tokoh seperti Boas, Sapir dan Whorf telah memulai
memeloporinya dengan mengajukan teori yang menyangkut masalah hubungan
bahasa dan pola piker. Adalah sebuah kewajaran bahwa teorinya kemudian
memperoleh teori tandingan dari ahli yang lain. Ini semakin menunjukkan
persoalan bahasa dalam kaitannya dengan pola piker penuturnya sangat menarik
dan menjadi kajian yang luas bukan hanya bagi ahli bahasa tetapi juga
antropologii, psikolog dan ahli pendidikan.
Kalaupun belum mencapai kata sepakat yang jelas dari uraian
diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa perkembangan budaya suatu masyarakat
berimplikasi pada perkembangan bahasa masyarakat penuturnya dengan munculnya
kosa kata dan pola kalimat yang baru.
Perkembangan bahasa juga dipandang menyebabkan perkembangan
budaya sebab peristiwa berbahasa dianggap sebagai peristiwa budaya. Karena
antara ilmu bahasa ( linguistik ) dan ilmu budaya ( antropologi)
jelas tidak bisa dipisahkan . keduanya saling mempengaruhi dalam hubungan
saling terkait, bukan hubungan sebab akibat. Penutur bahasa idealnya mengetahui
budaya masyarakat pemilik bahasa yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan
komunikasi yang dapat saja menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan dan
bahkan pertengkaran. Sebab berbahasa bukan sekedsar mengucapkan kata yang
diatur sedemikian rupa menurut kaidah bahasa atau gramatika. Tetapi berbahasa
menyiratkan keluhuran makna baik makna sosial maupun kultural dari kata yang diucapkan.
7.
Proses Bahasa
Kalau kita mendengar orang yang sedang berbicara,
sesungguhnya kita hanya mendengar bunyi-bunyi bahasa yang tentu harus dibedakan
dari bunyi yang lain, misalnya bunyi orang bersiul atau mendengkur. Bunyi
bahasa itu, ada yang kita mengerti dan ada pula yang asing bagi kita. Bunyi
bahasa yang kita mengerti menandakan bahwa pembicara memiliki bahasa yang sama
dengan bahasa kita atau antara pembicara dan kita sebagai pendengar saling
mengerti. Sebaliknya kalau kita mendengar urutan bunyi bahasa tetapi tidak
mengerti apa yang dikatakan bahwa bahasa yang digunakan bukan bahasa kita atau
bahasa asing bagi kita. Dengan adanya pengetahuan tentang bahasa kita dapat
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa lainnya. Artinya ada persepsi yang
sama tentang bahasa yang digunakan. secara operasional, komunikasi yang sedang
berlangsung itu bersitaf timbal balik.
Namun dalam keadaan tertentu komunikasi itu hanya bersifat searah.
Misalnya
: kita menyuruh seseorang dan yang bersangkutan tidak bereaksi apa-apa,kecuali
melaksanakan suruhan kita.
Bahasa
yang digunakan dalam proses komunikasi sebenarnya melalui suatu proses yang
disebut proses bahasa. Proses bahasa dapat dibagi tiga bagian, yakni :
a)
proses
ketika masih berada dalam jati diri seseorang,
b)
berada
di lingkungan, dan
c)
berada
dalam jati diri pendengar.
8. Aspek-Aspek Psikolinguistik
Bahasa dapat dilihat dari
pendekatan :
(i) Bahasa sebagai suatu sistem
Mengisyaratkan
adanya kaidah yang mengatur suatu bahasa. Kaidah
bahasa tertentu tercermin dalam tatarannya. Kaidah tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi merupakan seperangkat unsur yang menjalin dan membentuk suatu
sistem. Bahasa itu bersifat dinamis dengan pengertian bahwa bahasa itu
berkembang sesuai dengan perkembangan penutur bahasa. Itu sebabnya bahasa dapat
pula kita lihat sebagai tingka laku personal. Sebagai suatu sistem bahasa
menampakan wujudnya dalam bunyi dan simbol-simbol. Bunyi dan simbol mengikuti
kaidah yang ditaati oleh penutur bahasa dan secara konvensional digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. sistem bahasa tertentu yang merupakankompetensi penutur
bahasa akan menampakan wujudnya dalam performansi seseorang.
(ii) Bahasa sebagai tingkah laku personal
Sebagai
tingkah
laku personal, bahasa menampakan wujudnya dalam penampilan seseorang. Contoh
: apabila seseorang berkata, “Berkatalah Saudara dan akan saya katakan siapakah
saudara”. Dengan kata lain, dengan bahasa kita dapat ketahui tingkah laku
penutur bahasa. Orang bisa saja mengambil kesimpulan dengan melihat reaksi
seseorang terhadap rangsangan
yang ia terima. Hubungan antara siatasi, konteks verbal pembicaraan dapat dipelajari
dan dapat kita mengambil
kesimpulan makna yang terkandung dalam suatu tuturan.
(iii) Bahasa sebagai tingkah laku antarpersonal
Bahasa dapat dilihat
melalui situasi komunikasi pada situasi tertentu. Apabila seseorang bertanya
dan lawan bicara menjawab dengan memuaskan berarti komunikasi berhasil baik.
Sebaliknya kalau seseorang memerintah kemudian lawan bicara diam saja, itu
tandanya komunikasi tidak berhasil.
Sebab-sebabnya dapat dilihat dari :
Sebab-sebabnya dapat dilihat dari :
a) Pembicara
b) lawan bicara
c) situasi
Banyak variable yang
ikut menentukan lancarnya komunikasi. Dalam komunikasi terjadi banyak hambatan
yang berhubungan dengan persepsi penutur antara lain :
1. informasi yang dikirim kurang jelas,
2. ingatan dan kapasitas penutur dan
pendengar berbeda,
3. kedua pembicara menggunakan konvensi
gramatikal yang berbeda,
4. antara keduanya terjadi interferensi
gramatikal yang bersifat regional, dan
5. pengaruh alat bicara dan alat dengar
yang tidak sempurna.
Kalau kita ingin
menggunakan bahasa tertentu, salah satu cara yakni mendengarkan tuturan penutur
bahasa yang bersangkutan. Dilihat dari segi psikolinguistik, tuturan dapat dilihat
dari tiga tingkat, yakni :
1)
Struktural : mengacu kepada sistem bahasa yang bersangkutan
2)
Intensional : mengacu kepada kebertahanan leksikon dan makna pada otak
pembicara
3)
Motivasional : mengacu kepada daya dorong yang menyebabkan seseorang
menyatakan sesuatu dengan menggunakan bahasa.
9.
Psikolinguistik
cenderung bersifat mentalistik dan bukan behavouristik
Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan
mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan
mental ( otak ) manusia sehingga studi linguistik perlu dilengkapi dengan
studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut
psikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang
berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup
psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek psikologi dan
sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran
adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya
pikiran membentuk bahasa.
Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua interaksi
manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari
fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa,
bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari
kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata
social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang
bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah
sebagai sesuatu bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam
memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Karena berhubungan faktor-faktor penggunaan
bahasa dengan faktor-faktor diluar bahasa di dalam masyarakat bahasa.
Faktor-faktor itu misalnya: sopan santun, kepantasan, kejelasan (tidak ambigu),
kelayakan (cukup tidaknya ekspresi bahasa), kelucuan, dan sebagainya.
Sejumlah konsep pendapat-pendapat para
teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan merespons terhadap apa-apa
yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara mengenai pandangan-pandangan
kaum mentalis dan kaum behavioris, terutama dalam kaitan dengan keterhubungan
antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum mentalis, seorang manusia
dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang
tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang
berinteraksi satu sama lain, yang salah satu di antaranya mungkin menyebabkan
atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bagian lainnya.
Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini berpendapat
bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa merupakan
hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa pula
merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat dibagi
menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Fenomena mentalistik yang dimaksud
ialah proses berfikir yang dilakukan secara tidak sadar seperti pemerolehan
bahasa pada anak-anak. Bahasa pada anak-anak didapat dari proses memperhatikan
tata bahasa serta pembaharuan asli bahasa orangtuanya yang kermudian dia
cocokkan rangkaian hipotesis tata bahasa tadi dengan ucapan-ucapan orangtuanya
lalu ia apdukan dengan tata bahsa baru buatannya sendiri sebagai tata bahasa
tunggal. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak dapat diketahui dengan mengadakan
penelitian mengenai bahasa anak itu sendiri. Penelitian itu penting
karena bahasa anak memang menarik untuk diteliti. Selain itu juga hasil penelitiannya
pun dapat membantu mencari solusi pada aneka ragam masalah serta dari hasil
penelitian itu pula jelaslah bahwa fenomena pemerolehan bahasa relevan bagi
perkembangan teori linguistic. Walaupun demikian ditemukan pula adanya
kesulitan-kesulitan dalam penelitian tersebut. Dari penjelasan tersebut dapat
kita simpulkan bahwa meski agak jelas beda dalam permukaan struktur bahasa anak
dengan orang dewasa, namun tidak begitu jelas hubungan komponen tata bahasa
anak dengan tata bahasa orang dewasa.
Selain pemerolehan bahasa anak, bahasa
sebagai satuan kognitif juga menerangkan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat
komunikasi. Hubungan tersebut jelas sebab apabila kita ingin memandang miliki
bahasa sebagai suatu ciri biologis manusia, maka haruslah kita menjelaskan
bagaimana cara suatu system biologis seperti otak manusia dapat mewujukan
kreativitas.
Anggapan-anggapan kaum behavioris
mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yang kemudian diikuti oleh
argumen-argumen yang menentang anggapan tersebut. Namun, hanya dua anggapan
yang paling penting yang disajikan. Dua anggapan lainnya hanya disarikan dan
disajikan secara singkat. Anggapan-anggapan bahwa:(1) bahasa merupakan landasan
bagi pikiran, (2) bahasa merupakan landasan utama bagi pikiran, (3) bahasa
mempengaruhi pandangan, persepsi, dan pemahaman manusia mengenai dunia di
sekelilingnya serta mengenai budaya tempat ia hidup memiliki argumen argumen
yang kurang kuat. Bukti-bukti bahwa anak-anak yang belum bisa berbicara telah
mampu memahami ujaran orang yang berbicara kepadanya, kenyataan bahwa orang
tuli dapat memberi respons yang memadai terhadap orang yang berinteraksi
dengannya, dan kenyataan bahwa multibahasawan hanya memiliki satu keyakinan dan
pandangan hidup, serta kenyataan bahwa orang-orang yang memiliki bahasa yang
sama memiliki persepsi yang berbeda mengukuhkan kelemahan argumen tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa
adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa
adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. Bahasa adalah
obyek kajian linguistik, sedangkan berbahasa adalah obyek kajian psikologi.
Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata
linguistik. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses psikologi yang
berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarkannya pada
waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia.
Bahasa merupakan kegiatan yang terus menerus dan selalu berkembang. Bahasa
bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai. Bahasa merupakan sesuatu
kegiatan yang sedang berulang dengan melalui alat bicara untuk menyatakan
pikiran. Seorang anak yang lahir mempunyai otak yang dirancang untuk dapat
belajar suatu bahasa sehingga mereka dapat diperkenalkan dengan lingkungan
sekitar yang sesuai.
Ada suatu pendapat yang terkenal, bahwa pandangan dunia
suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasa. Pendapat ini sering kali
disebut Hipotesis Whorf. Bahasa bukanlah jubah yang harus
mengikuti bentuk pikiran. Bahasa adalah cetakan, wadah pikiran dan akal yang
dituangkan. Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat
menerangkan hakikat bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan
pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam peneturan itu.
Kerjasama antara psikologi dan linguistik setelah beberapa
lama berlangsung tampaknya belum cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa seperti tercermin dengan
definisi diatas. Bantuan dari ilmu-ilmu lain juga diperlukan.