Jumat, 30 November 2012

Psikolinguistik dan Ruang Lingkupnya


Latar Belakang
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Jawaban seperti, bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi pikiran, bahasa adalah alat untuk berintekrasi, bahasa adalah alat untuk mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan, semuanya dapat diterima.
Sebagai alat interaksi verbal, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur internal bahasa itu, mulai dari struktur fonologi, morfologi, sintaksis, sampai stuktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor atau hal yang ada diluar bahasa seperti sosial, psikologi, etnis, seni, dan sebagainya.
Dewasa ini tuntutan kebutuhan dalam kehidupan telah menyebabkan perlunya dilakukan kajian bersama antara dua disiplin ilmu atau lebih. Kajian antara disiplin ini diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan manusia yang semakin kompleks.
Pembelajaran bahasa, sebagai salah satu masalah komplek manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa, juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik, artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam proses atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa, studi linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi. Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik.
Dalam makalah sederhana ini akan dipaparkan tentang pengertian psikolinguistik, obyek dan ruang lingkupnya, subdisiplin ilmu psikolinguistik dan secara gamblang akan diungkapkan juga tentang bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran (otak) manusia serta kaitan dengan pembelajaran bahasa terutama dalam bahasa asing dan kegagalan pendidikan dan pengajaran, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan psikolinguistik.

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Psikolinguistik sebagai Interdisipliner
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing- masing berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan. Namun keduanya sama- sama meneliti bahasa sebagai obyek formalnya. Hanya obyek materinya yang berbeda, linguistik mengkaji struktur bahasa sedangkan psikologi mengkaji prilaku berbahasa atau proses berbahasa. Hal inilah yang sering kali disebut interdisipliner dimana terdapat dua kajian keilmuan dalam suatu penelitian.
Robert Lado seorang ahli dalam bidang pembelajaran bahasa mengatakan bahwa psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri.
Emmon Bach dengan singkat dan tegas mengutarakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk atau membangun atau mengerti kalimat bahasa tertentu tersebut.
Paul Fraisse menyatakan bahwa :” Psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communication and the means offered to us by a language learned in one’s childrood and later”. Psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan antara kebutuhan – kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi melalui bahasa  yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang jmengucapkan kalimat- kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis, tujuan utama psikolinguistik  adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat penuturan itu.
Dikaitkan dengan komunikasi, psikolinguistik memusatkan perhatian pada modifikasi pesan selama berlangsungnya komunikasi dalam hubungan dengan ujaran dan penerimaan atau pemahaman ujaran dalam situasi tertentu. Berdasarkan batasan- batasan yang disebutkan diatas, terdapat pandangan sebagai berikut :
a.       Psikolinguistik membahas hubungan bahasa dengan otak.
b.      Psikolinguistik berhubungan langsung dengan proses mengkode dan menafsirkan kode.
c.       Psikolinguistik sebagai pendekatan
d.      Psikolinguistik menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa dan perubahan bahasa.
e.       Psikolinguistik membicarakan proses yang terjadi pada pembicara dan pendengar dalam kaitannya dengan bahasa.
2.      Obyek Dan Ruang lingkup Psikolinguistik
Telah dijelaskan diatas bahwa psikolinguistik sebenarnya gabungan dua disiplin ilmu yakni gabungan linguistik dengan psikologi. Obyek linguistik adalah bahasa dan obyek psikologi adalah gejala jiwa.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa obyek psikolinguistik adalah bahasa juga, tetapi bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dengan gejala jiwa. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah akan lain perwujudan bahasanya yang digunakan dengan orang yang sedang bergembira. Titik berat psikolinguistik adalah bahasa, dan bukan gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan-batasan psikolinguistik selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak, baik proses yang terjadi di otak pembicara maupun proses yang terjadi diotak pendengar.
Dengan mencoba menganalisis obyek linguistik dan obyek psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang lingkup psikolinguistik mencoba memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi lingkupan psikolinguistik adalah :
a.       Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran.
b.      Akuisisi bahasa.
c.       Pola tingkah laku berbahasa.
d.      Asosiasi verbal dan persoalan makna.
e.       Proses bahasa pada orang yang abnormal, misalnya anak tuli.
f.       Persepsi ujaran dan kognisi.
3.      Subdisiplin Psikolinguistik
Psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks dan berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik. Diantara subdisiplin psikolinguistik adalah sebagai berikut :
a.       Psikolinguistik Teoritis
Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses- proses mental manusia dalam berbahasa. Misalnya  dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan sintaksis, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.
b.      Psikolinguistik Perkembangan
Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama maupun pemerolehan bahasa kedua. Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan simantik dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan terpadu.
c.       Psikolinguistik Sosial
Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek  sosial bahasa. Bagi suatu manyarakat bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan bathin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d.      Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran dalam kemahiran berbahasa, dan pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e.       Psikolinguistik Neurologi (neuropsikolinguistik)
Subdisiplin ini mengkaji hubungan antara bahasa, berbahasa dan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur biologis otak serta telah memberi nama pada bagian struktur otak itu. Namun ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.
f.       Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin ini meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan prilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
g.      Psikolinguistik Terapan
Subdisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan enam subdisiplin psikolinguistik diatas kedalam bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termasuk subdisiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurologi, psikistri, komunikasi dan sastra.
4.      Induk Disiplin Psikolinguistik
Karena nama psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik, maka timbul pertanyaan : apa induk disiplin psikolinguistik itu, linguistik atau psikologi. Beberapa pakar berpendapat, psikolinguistik  berinduk pada psikologi karena istilah itu merupakan nama baru dari psikologi bahasa yang telah dikenal pada beberapa waktu sebelumnya.
Namun di Amerika Serikat pada umumnya, psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari linguistik, meskipun Noam Chomsky, tokoh linguistik transformasi yang terkenal itu, cenderung menempatkan psikolinguistik sebagai cabang psikologi. Di prancis pada tahun enam puluhan, psikolinguistik dikembangkan oleh pakar psikologi. Sedangkan di Inggris psikolinguistik dikembangkan oleh pakar linguistik yang bekerjasama dengan beberapa pakar psikologi dari Inggris dan Amerika Serikat. Di Rusia, psikolinguistik telah dikembangkan oleh para pakar linguistik pada Institut Linguistik Moskow. Sebaliknya di Rumania ada kecenderungannya menempatkan psikolinguistik sebagai satu disiplin mandiri, tetapi penerapannya lebih banyak diambil oleh linguistik.
Bagaimana di Indonesia? Tampaknya psikolinguistik dikembangkan dibidang linguistik pada fakultas pendidikan bahasa dan belum pada program nono kependidikan bahasa. Psikolinguistik yang dikembangkan dalam pendidikan bahasa sudah seharusnya diserasikan dengan perkembangan linguistik dan perkembangan psikologi. Untuk itu dituntut adanya penguasaan yang seimbang akan teori psikologi. Lalu yang patut dikembangkan dalam pendidikan bahasa adalah subdisiplin psikolinguistik perkembangan dan psikolinguistik pendidikan.
5.      Pokok Bahasan Psikolinguistik
Didalam Kurikulum Pendidikan Bahasa pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan mata kuliah psikolinguistik dimasukkan dalam kelompok mata kuliah proses belajar-mengajar, dan bukan pada kelompok mata kuliah linguistik atau kebahasaan. Hal ini karena pokok bahasan dalam psikolinguistik itu erat kaitannya denga kegiatan proses belajar mengajar bahasa itu yang mencakup antara lain masalah berikut antara lain :
a.       Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia mampu berbahasa? Bahasa itu terdiri dari komponen apa saja?
b.      Bagaimana bahasa itu lahir dan mengapa ia harus lahir? Dimanakah bahasa itu berada atau disimpan ?
c. Bagaimana bahasa pertama (bahasa ibu) diperoleh oleh seorang kanak-kanak? Bagaimana perkembangan penuasaan bahasa itu ? bagaimanakah bahasa kedua itu dipelajari? Bagaimana seseorang bisa menguasai dua tau tiga atau banyak bahasa.
d.      Bagaimana proses penyusunan kalimat atau kalimat-kalimat?. Proses apakah yang terjadi didalam otak waktu berbahasa.
e.    Bagaimanakah bahasa itu tumbuh dan mati ? Bagaimana proses terjadinya sebuah dialek? Bagaimana proses berubahnya suatu dialek menjadi bahasa baru?
f.  Bagaimana hubungan bahasa denngan pemikiran ? Bagaimana pengaruh kedwibahasaan atau kemultibahasaan dengan pemikiran dan kecerdasan seseorang?
g.      Mengapa seseorang menderita penyakit atau mendapat gangguan berbicara sepert afasia dan bagaimana menyembuhkannya ?
h.      Bagaimana bahasa itu harus diajarkan supaya hasilnya baik ?
6.      Bahasa Dan Pikiran
Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa digunakan untuk mengungkapkan pikiran. Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu kemudian ingin menyampaikan hasil pemikiran itu, ia mengunakan alat dalam hal ini bahasa. Langacker mengatakan “ berfikir adalah aktifitas mental manusia”. Aktivitas mental ini akan berlangsung apabila ada stimulus artinya ada sesuatu yang menyebabkan manusia untuk berfikir. Dalam kaitan ini Langacker mengatakan bahwa pikiran dikondisi oleh kategorik linguistik dan pengalaman yang dikodekan dalam wujud konsep kata yang telah tersedia.
Seorang sarjana terkenal yang melihat hubungan bahasa dengan pikiran yakni Benjamin Whorf yang bersama-sama dengan Edward Sapir mengemukakan hipotesis yang terkenal dengan nama Hipotesis Whorf-Sapir (Sapir Whorf Hypouthesis) menyatakan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasanya. Adapun tesis Whorf mengenai hubungan antara bahasa dan pikiran mencakup dua hal yakni :
a.       Masyarakat linguistik yang berbeda, merasakan dan memahami kenyataan dengancara-cara yang berbeda.
b.      Bahasa yang dipakai dalam suatu masyarakat membantu untuk membentuk struktur kognitif para individu pemakai bahasa tersebut.
Bahasa dapat memperluas pikiran. Dalam hal seperti ini seseorang harus banyak bergaul dan banyak membaca yang menyebabkan pandangan dan pikirannya bertambah luas. Pergaulan kita dengan para ilmuwan, kegiatan seseorang banyak membaca pasti akan memperluaskan wawasan dan pikiran tentang banyak hal. Ketika seseorang mendengar pidato atau ceramah tentu banyak istilah atau konsep yang ia dengar. Konsep dan istilah-istilah itu menambah pembendaharaan bahasanya sekaligus memperluas pikirannya. Demikian pula dengan kegiatan membaca, apa yang belum diketahui akan diketahui, bahkan apa yang telah diketahui akan lebih mendalam dan meluas, dengan kata lain pikiran bertambah luas karena aktivitas yang berhubungan dengan bahasa, dengan menguasai banyak bahasa pikiran bertambah luas.
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf, Jean piaget sarjana Prancis berpendapat bahwa justru pikiranlah yang membentuk bahasa. Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aspek-aspek sintaksis dan leksikon bahasa, bukan sebaliknya. Menurut teori pertumbuhan kognisi, seorang anak mempelajari segala sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya kemudian baru melalui bahasa. Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan sebelum mereka dapat menggolong-golongkan benda tersebut dengan mengunakan kata-kata yang serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Biasanya kajian tentang hubungan bahasa dan pikiran dikaitkan dengan tiga nama besar seperti Boas yang dikenal sebagai Bapak anthropology Amerika , Sapir dan Whorf yang terkenal dengan teorinya bahwa cara berfikir seseorang sangat ditentukan oleh struktur bahasa ibunya (native language). Teori ini kemudian dikenal sebagai Sapir Whorf Hipothesis (Hipotesis Sapir Whorf). Ada juga yang menyebutkan sebagai Teori Relativitas Bahasa. Menurut Boas, Sapir dan Whorf manusia merupakan korban struktur bahasa ibunya (prisoners of the structure native language).
Sebagai sebuah teori wajar hipotesis Sapir dan Whorf  juga mendapatkan sanggahan dari ahli yang lain antara lain :
a.       Jika pikiran manusia itu ditentukan oleh bahasa ibunya, bagaimana mungkin orang dari latar belakang yang berbeda-beda, tentu dengan struktur bahasa yang berbeda pula, bisa berkomunikasi.
b.      manusia didunia ini umumnya bilingual bahkan ada yang multilingual sejak kecil. Apakah kita bisa mengatakan mereka ini memiliki perangkat pikiran (thoughat compartment ) yang berbeda karena struktur bahasanya masing-masing? Tentu saja tidak.
c.       Fakta bahwa kategori tertentu tidak ada dalam bahasa itu tidak berarti bahwa penutur asli bahasa itu tidak dapat memahami kategori tersebut. Misalnya system gramatikal yang menandai sumber informasi pada bahasa suku Hopi dapat dijelaskan dalam bahasa Inggris kendati tidak ada dalam sestem gramatikal bahasa Inggris. Akhirnya system gramatikal semua bahasa didunia memilki pola yang secara universal sama, walaupun sekilas tampak beda. Disini kelemahan hipotesis Sapir dan Whorf  tampak.
Namun demikian, banyak ahli sekarang yang menggunakan hipotesis Sapir dan Whorf ini untuk keperluan studi mereka. Terkait dengan hipotesis ini, banyak ahli bahasa yang berpendapat bahwa bahasa dapat mempengaruhi pikiran manusia dan sebaliknya pikiran manusia juga bisa mempengaruhi struktur bahasa. Dengan demikian, pikiran dan bahasa berada dalam hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, tetapi bukan pada hubungan sebab akibat. Uraian berikut barangkali bisa mempertegas kembali hubungan antara bahasa dengan pikiran.
Di semua budaya terdapat hubungan antara pikiran dan budaya. Ketika anak mulai belajar bahasa orang tuanya, mereka juga mulai belajar menyesuaikan diri dengan budaya orang tuanya. Ini yang disebut dengan Proses Inkulturasi. Pada saat ini anak mulai belajar dialek orang tua dan teman bermainnya. Bagi peminat bahasa memahami hubungan antara bahasa dan budaya dan melihat bagaimana keduanya berintekrasi tentu sangat penting. Terkait dengan dialek, para ahli sampai kepada kesepakatan bahwa tidak ada pertanyaan yang begitu menarik pada study linguistik selain sejauh mana bahasa atau dialek mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir. Dalam dunia pendidikan, orang berasumsi bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang. Bahasa dianggap sebagai factor diterminan yang menentukan lancar tidaknya nalar atau pikiran seseorang. Sedangkan yang lain berasumsi bahwa bahasa hanya mempengaruhi atau tidak menentukan pikiran seseorang.
Menurut Vygotsky, ketika anak mulai belajar bahasa pada saat itu pula dia mulai mengembangkan kemampuan mengunggapkan sesuatu yang menghubungkannya dengan proses berfikir yang disebut dengan Inner Speech atau Egocentric Speech. Kita bisa memperhatikan seorang anak sendiri sambil menata permainan disekelilingnya. Ini menunjukkan bahwa pikiran mempengaruhi bahasa anak tersebut. Kemampuan inipun sebenarnya juga dimiliki orang dewasa misalnya ketika sedang menyelesaikan persoalan matematika, dia sambil berfikir, bicara sendiri seolah ada orang disekelilingnya. Disini jelaslah bahwa pikiran yang sedang berlangsung karena mengerjakan soal matematika tersebut berpengaruh pada bentuk ujaran yang diunggapkan.
Dari kedua pendapat ini, jika dikolaborasi maka akan menghasilkan suatu pendapat bahwa hubungan  antara bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal-balik, dimana tidak hanya bahasa yang membentuk atau menentukan pikiran, namun pikiran juga membentuk bahasa. Seseorang memerlukan bahasa untuk mengungkapkan pikiran-pikiran yang ada diotaknya, begitu juga sebaliknya dalam berbahasa diperlukan pikiran sehingga proses berbahasa itu dapat berlangsung dengan baik.
Dengan demikian hubungan anrata bahasa dan pola pikiran semakin menarik banyak peminat dari berbagai disiplin ilmu. Jauh sebelumnya tokoh seperti Boas, Sapir dan Whorf telah memulai memeloporinya dengan mengajukan teori  yang menyangkut masalah hubungan bahasa dan pola piker. Adalah sebuah kewajaran bahwa teorinya kemudian memperoleh teori tandingan dari ahli yang lain. Ini semakin menunjukkan persoalan bahasa dalam kaitannya dengan pola piker penuturnya sangat menarik dan menjadi kajian yang luas bukan hanya bagi ahli bahasa tetapi juga antropologii, psikolog dan ahli pendidikan.
Kalaupun belum mencapai kata sepakat yang jelas dari uraian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa perkembangan budaya suatu masyarakat berimplikasi pada perkembangan bahasa masyarakat penuturnya dengan munculnya kosa kata dan pola kalimat yang baru.
Perkembangan bahasa juga dipandang menyebabkan perkembangan budaya sebab peristiwa berbahasa dianggap sebagai peristiwa budaya. Karena antara ilmu bahasa ( linguistik ) dan ilmu budaya ( antropologi) jelas tidak bisa dipisahkan . keduanya saling mempengaruhi dalam hubungan saling terkait, bukan hubungan sebab akibat. Penutur bahasa idealnya mengetahui budaya masyarakat pemilik bahasa yang bersangkutan agar tidak terjadi kesalahan komunikasi yang dapat saja menimbulkan kesalahpahaman, ketersinggungan dan bahkan pertengkaran. Sebab berbahasa bukan sekedsar mengucapkan kata yang diatur sedemikian rupa menurut kaidah bahasa atau gramatika. Tetapi berbahasa menyiratkan keluhuran makna baik makna sosial maupun kultural dari kata yang diucapkan.
7.      Proses Bahasa
Kalau kita mendengar orang yang sedang berbicara, sesungguhnya kita hanya mendengar bunyi-bunyi bahasa yang tentu harus dibedakan dari bunyi yang lain, misalnya bunyi orang bersiul atau mendengkur. Bunyi bahasa itu, ada yang kita mengerti dan ada pula yang asing bagi kita. Bunyi bahasa yang kita mengerti menandakan bahwa pembicara memiliki bahasa yang sama dengan bahasa kita atau antara pembicara dan kita sebagai pendengar saling mengerti. Sebaliknya kalau kita mendengar urutan bunyi bahasa tetapi tidak mengerti apa yang dikatakan bahwa bahasa yang digunakan bukan bahasa kita atau bahasa asing bagi kita. Dengan adanya pengetahuan tentang bahasa kita dapat menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa lainnya. Artinya ada persepsi yang sama tentang bahasa yang digunakan. secara operasional, komunikasi yang sedang berlangsung itu bersitaf timbal balik. Namun dalam keadaan tertentu komunikasi itu hanya bersifat searah.
Misalnya : kita menyuruh seseorang dan yang bersangkutan tidak bereaksi apa-apa,kecuali melaksanakan suruhan kita.
Bahasa yang digunakan dalam proses komunikasi sebenarnya melalui suatu proses yang disebut proses bahasa. Proses bahasa dapat dibagi tiga bagian, yakni :
a)      proses ketika masih berada dalam jati diri seseorang,
b)      berada di lingkungan, dan
c)      berada dalam jati diri pendengar.
8.      Aspek-Aspek Psikolinguistik
Bahasa dapat dilihat dari pendekatan :
(i)     Bahasa sebagai suatu sistem
Mengisyaratkan adanya kaidah yang mengatur suatu bahasa. Kaidah bahasa tertentu tercermin dalam tatarannya. Kaidah tersebut tidak berdiri sendiri tetapi merupakan seperangkat unsur yang menjalin dan membentuk suatu sistem. Bahasa itu bersifat dinamis dengan pengertian bahwa bahasa itu berkembang sesuai dengan perkembangan penutur bahasa. Itu sebabnya bahasa dapat pula kita lihat sebagai tingka laku personal. Sebagai suatu sistem bahasa menampakan wujudnya dalam bunyi dan simbol-simbol. Bunyi dan simbol mengikuti kaidah yang ditaati oleh penutur bahasa dan secara konvensional digunakan dalam kehidupan sehari-hari. sistem bahasa tertentu yang merupakankompetensi penutur bahasa akan menampakan wujudnya dalam performansi seseorang.
(ii)   Bahasa sebagai tingkah laku personal
Sebagai tingkah laku personal, bahasa menampakan wujudnya dalam penampilan seseorang. Contoh : apabila seseorang berkata, “Berkatalah Saudara dan akan saya katakan siapakah saudara”. Dengan kata lain, dengan bahasa kita dapat ketahui tingkah laku penutur bahasa. Orang bisa saja mengambil kesimpulan dengan melihat reaksi seseorang terhadap rangsangan yang ia terima. Hubungan antara siatasi, konteks verbal pembicaraan dapat dipelajari dan dapat kita mengambil kesimpulan makna yang terkandung dalam suatu tuturan.
(iii) Bahasa sebagai tingkah laku antarpersonal
Bahasa dapat dilihat melalui situasi komunikasi pada situasi tertentu. Apabila seseorang bertanya dan lawan bicara menjawab dengan memuaskan berarti komunikasi berhasil baik. Sebaliknya kalau seseorang memerintah kemudian lawan bicara diam saja, itu tandanya komunikasi tidak berhasil.
Sebab-sebabnya dapat dilihat dari :
a)      Pembicara
b)      lawan bicara
c)      situasi
Banyak variable yang ikut menentukan lancarnya komunikasi. Dalam komunikasi terjadi banyak hambatan yang berhubungan dengan persepsi penutur antara lain :
1.      informasi yang dikirim kurang jelas,
2.      ingatan dan kapasitas penutur dan pendengar berbeda,
3.      kedua pembicara menggunakan konvensi gramatikal yang berbeda,
4.      antara keduanya terjadi interferensi gramatikal yang bersifat regional, dan
5.      pengaruh alat bicara dan alat dengar yang tidak sempurna.
Kalau kita ingin menggunakan bahasa tertentu, salah satu cara yakni mendengarkan tuturan penutur bahasa yang bersangkutan. Dilihat dari segi psikolinguistik, tuturan dapat dilihat dari tiga tingkat, yakni :
1)      Struktural : mengacu kepada sistem bahasa yang bersangkutan
2)      Intensional : mengacu kepada kebertahanan leksikon dan makna pada otak pembicara
3)      Motivasional : mengacu kepada daya dorong yang menyebabkan seseorang menyatakan sesuatu dengan menggunakan bahasa.
9.      Psikolinguistik cenderung bersifat mentalistik dan bukan behavouristik
Kegiatan berbahasa berlangsung secara mekanistik dan mentalistik, artinya kegiatan berbahasa berkaitan dengan proses atau kegiatan mental ( otak ) manusia sehingga studi linguistik perlu dilengkapi dengan studi antardisiplin antara linguistik dan psikologi yang lazim disebut psikolinguistik. Obyek psikolinguistik adalah bahasa yakni bahasa yang berproses dalam jiwa manusia yang tercermin dalam gejala jiwa dan ruang lingkup psikolinguistik yakni bahasa dilihat dari aspek – aspek  psikologi dan sejauh  yang dapat dipikirkan oleh manusia. Hubungan bahasa dan pikiran adalah hubungan timbal balik bahwa bahasa membentuk pikiran dan sebaliknya pikiran membentuk bahasa.
Bahasa merupakan medium paling penting bagi semua interaksi manusia dan dalam banyak hal bahasa dapat disebut sebagai intisari dari fenomena social. Bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sosiologi bahasa, bahwa tanpa adanya bahasa, tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh naruni saja. Sehingga bahasa merupakan pranata social yang setiap orang menguasai, agar dapat berfungsi dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan social. Dan bahwa psikolinguistik adalah sebagai sesuatu  bidang ilmu yang luas yang turut berperan dalam memberikan berbagai pertimbangan khususnya dalam proses pembelajaran bahasa.
Karena berhubungan faktor-faktor penggunaan bahasa dengan faktor-faktor diluar bahasa di dalam masyarakat bahasa. Faktor-faktor itu misalnya: sopan santun, kepantasan, kejelasan (tidak ambigu), kelayakan (cukup tidaknya ekspresi bahasa), kelucuan, dan sebagainya.
Sejumlah konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum behavioris, terutama dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah satu di antaranya mungkin menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.
Fenomena mentalistik yang dimaksud ialah proses berfikir yang dilakukan secara tidak sadar seperti pemerolehan bahasa pada anak-anak. Bahasa pada anak-anak didapat dari proses memperhatikan tata bahasa serta pembaharuan asli bahasa orangtuanya yang kermudian dia cocokkan rangkaian hipotesis tata bahasa tadi dengan ucapan-ucapan orangtuanya lalu ia apdukan dengan tata bahsa baru buatannya sendiri sebagai tata bahasa tunggal. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak dapat diketahui dengan mengadakan penelitian mengenai bahasa anak itu sendiri. Penelitian itu penting karena bahasa anak memang menarik untuk diteliti. Selain itu juga hasil penelitiannya pun dapat membantu mencari solusi pada aneka ragam masalah serta dari hasil penelitian itu pula jelaslah bahwa fenomena pemerolehan bahasa relevan bagi perkembangan teori linguistic. Walaupun demikian ditemukan pula adanya kesulitan-kesulitan dalam penelitian tersebut. Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa meski agak jelas beda dalam permukaan struktur bahasa anak dengan orang dewasa, namun tidak begitu jelas hubungan komponen tata bahasa anak dengan tata bahasa orang dewasa.
Selain pemerolehan bahasa anak, bahasa sebagai satuan kognitif juga menerangkan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Hubungan tersebut jelas sebab apabila kita ingin memandang miliki bahasa sebagai suatu ciri biologis manusia, maka haruslah kita menjelaskan bagaimana cara suatu system biologis seperti otak manusia dapat mewujukan kreativitas.
Anggapan-anggapan kaum behavioris mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yang kemudian diikuti oleh argumen-argumen yang menentang anggapan tersebut. Namun, hanya dua anggapan yang paling penting yang disajikan. Dua anggapan lainnya hanya disarikan dan disajikan secara singkat. Anggapan-anggapan bahwa:(1) bahasa merupakan landasan bagi pikiran, (2) bahasa merupakan landasan utama bagi pikiran, (3) bahasa mempengaruhi pandangan, persepsi, dan pemahaman manusia mengenai dunia di sekelilingnya serta mengenai budaya tempat ia hidup memiliki argumen argumen yang kurang kuat. Bukti-bukti bahwa anak-anak yang belum bisa berbicara telah mampu memahami ujaran orang yang berbicara kepadanya, kenyataan bahwa orang tuli dapat memberi respons yang memadai terhadap orang yang berinteraksi dengannya, dan kenyataan bahwa multibahasawan hanya memiliki satu keyakinan dan pandangan hidup, serta kenyataan bahwa orang-orang yang memiliki bahasa yang sama memiliki persepsi yang berbeda mengukuhkan kelemahan argumen tersebut.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. Bahasa adalah obyek kajian linguistik, sedangkan berbahasa adalah obyek kajian psikologi.
Psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata linguistik. Psikolinguistik mencoba menguraikan proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarkannya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Bahasa merupakan kegiatan yang terus menerus dan selalu berkembang. Bahasa bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai. Bahasa merupakan  sesuatu kegiatan yang sedang berulang dengan melalui alat bicara untuk menyatakan pikiran. Seorang anak yang lahir mempunyai otak yang dirancang untuk dapat belajar suatu bahasa sehingga mereka dapat diperkenalkan dengan lingkungan sekitar yang sesuai.
Ada suatu pendapat yang terkenal, bahwa pandangan dunia suatu masyarakat ditentukan oleh struktur bahasa. Pendapat ini sering kali disebut Hipotesis Whorf. Bahasa bukanlah jubah yang harus mengikuti bentuk pikiran. Bahasa adalah cetakan, wadah pikiran dan akal yang dituangkan. Secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam peneturan itu.
Kerjasama antara psikologi dan linguistik setelah beberapa lama berlangsung tampaknya belum cukup untuk dapat menerangkan hakikat bahasa seperti tercermin dengan definisi diatas. Bantuan dari ilmu-ilmu lain juga diperlukan.